Inspektorat Kabupaten Wonogiri menggelar Bimbingan Teknis dalam rangka Penilaian Indikator Desa Antikorupsi. Kegiatan ini didasarkan pada Surat Inspektur Provinsi Jateng Nomor : 700/27 tanggal 4 Mei 2024, Hal : Sosialisasi dan Identifikasi Perluasan Desa Antikorupsi Tahun 2024.
Inspektur Wonogiri, Mardiyanto mengatakan bahwa pada penilaian desa antikorupsi tahun 2024 ini, Pemkab Wonogiri menunjuk empat desa sebagai perwakilan, yakni desa Desa Kepatihan Kecamatan Selogiri, Desa Sonoharjo Kecamatan Wonogiri, Desa Jimbar Kecamatan Pracimantoro, dan Desa Waru kecamatan Slogohimo.
Dalam bimtek yang digelar Rabu (12/6/2024) ini, masing-masing pemdes menghadirkan Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa, Kasi Pemerintahan, Kasi Pelayanan, Kasi Kesra, Ketua BPD, Sekretaris BPD, Ketua LPM, Sekretaris LPM, Ketua Bumdes, Sekretaris Bumdes, Ketua PKK, Ketua Karang Taruna, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Perwakilan Ketua RT dan Perwakilan Ketua RW.
Mardiyanto menyebutkan bahwa ada beberapa maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan yang digelar di Ruang Girimanik Komplek Setda Kabupaten Wonogiri ini. Yang pertama adalah untuk meningkatkan pemahaman indikator untuk penilaian desa antikorupsi. Tujuan yang kedua adalah untuk meningkatkan pemahaman terhadap 5 komponen yang harus dibangun oleh desa antikorupsi.
“Selanjutnya kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong seluruh elemen yang ada di desa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengelolaan desa antikorupsi dan mewujudkan pelayanan publik yang transparan dan bebas dari korupsi,” tutur Mardiyanto.
Pihaknya juga menjelaskan bahwa sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 3 bahwa kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Terbentuknya ruang pengelolaan keuangan desa mendorong diperlukannya pengawasan yang terkelola baik dan terstruktur sebagai salah satu upaya menekan terjadinya praktik korupsi sekaligus memastikan anggaran tersalurkan sesuai dengan peruntukannya.
“Semakin meningkatnya anggaran desa baik yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Desa maupun sumber-sumber lain yang sah maka akan meningkatkan risiko terjadinya korupsi atas pengelolaan keuangan desa,” terangnya.
Madiyanto menekankan bahwa upaya pembinaan dan pengawasan atas pengelolaan desa perlu dioptimalkan. Program-program pencegahan korupsi di desa harus mendapat prioritas untuk dilaksanakan, dalam rangka mencegah potensi terjadinya penyimpangan pengelolaan keuangan desa yang bermuara pada upaya penegakan hukum.
“Kami menyambut baik dan mendukung program desa anti korupsi yang dicanangkan oleh beberapa desa atas bimbingan dan arahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) dan Pemerintah Provinsi Jawa tengah. Hal ini sejalan dengan upaya percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi di Pemerintah Kabupaten Wonogiri,” imbuhnya.
Mardiyanto berharap dengan kolaborasi yang terjalin antar-stakeholder dapat memperkuat komitmen bersama mencegah korupsi dan menyebarluaskan budaya dan sikap anti korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Dengan demikian diharapkan program-program pembangunan bisa berjalan dengan efektif terhindar dari penyimpangan dan mendorong terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat luas,” pungkasnya.
Adapaun pada bimtek ini, hadir dua narasumber yang memaparkan materi bagi empat desa yang menjadi perwakilan. Kedua narasumber tersebut adalah unsur dari Inspektorat Propinsi Jawa Tengah yaitu Atri Kristanto, dan Penyuluh Antikorupsi KPK RI yakni Ruslina Dwi Wahyuni.